2.21.2005

karena aku?

dan kuberdoa..

kemarin di Gereja, perjamuan kudus. dulu, biasanya dia ikut serta di dalam. tapi kemarin berbeda. aku bilang, jangan ikut karena kamu belum di sidi. tapi, awalnya dia berkeberatan, karena sebelumnya aku tidak memandang itu sebagai masalah. tapi entah angin apa yang membuatku ingin mengingatkannya.
sebenarnya, doktrin tentang makna sidi dan mengikuti perjamuan kudus aku sendiri kurang paham. benarkan orang yang sudah sungguh percaya dalam hatinya namun belum di sidi tidak boleh ikut perjamuan kudus? sedangkan orang yang sudah di sidi namun dalam hatinya belum sungguh-sungguh percaya, boleh? apakah Tuhan tidak memandang hati? apakah Tuhan hanya memandang kesaksian Gereja tentang makna percaya seseorang?

sesungguhnya, aku sendiri kurang mengerti. lalu aku bertanya padanya, jika Tuhan hanya memandang hati? lalu untuk apa lembaga Gereja memberikan pelayanan katekisasi? dan..... God, dia diam.... dan tidak ambil bagian dalam perjamuan kudus waktu itu..

jika karena aku, aku minta maaf. bukan maksudku untuk mempengaruhinya.
aku minta maaf.

2.02.2005

2.01.2005

kasih

dan kuberdoa..

Kasih itu sabar;
kasih itu murah hati;
ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan,
dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah,
dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan,
tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu,
sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan.
« I Korintus 13:4-8a »



La charité est patiente,
elle est pleine de bonté;
la charité n'est point envieuse;
la charité ne se vante point,
elle ne s'enfle point d'orgueil,
Elle ne fait rien de malhonnête,
elle ne cherche point son intérêt,
elle ne s'irrite point, elle ne soupçonne point le mal,
Elle ne se réjouit point de l'injustice,
mais elle se réjouit de la vérité;
Elle excuse tout,
elle croit tout,
elle espère tout,
elle supporte tout.
La charité ne périt jamais.
« Première Epître aux Corinthiens, Chapitre 13:4-8a »

1.31.2005

bila ku berdoa

tenang dan sabarlah, wahai jiwaku
tahan derita, jangan mengeluh,
serahkan saja pada Tuhanmu,
segala duka yang menimpamu,
Allah setia tak mengecewakan
yang dinaungan-Nya ingin berteduh..

tenang dan sabarlah, wahai jiwaku
biarkan Tuhan yang memimpinmu,
sebab di tangan Allah masa lampau,
dikendalikan masa depanmu,
gelombang dahsyat takkan menimpamu,
karna di bawah kuasa Tuhan Allahmu..

1.26.2005

catatan minggu, 26 Januari 2003

dan kuberdoa..

minggu siang,
26 januari 2003.

jika ingatanku masih bisa diandalkan, Marty aku kenal pertama kali di suatu acara Rally Persekutuan Navigator di kampus..
cukup unik dengan raut wajah dan kacamata yang mengingatkan aku akan tokoh Markum di film jaman dulu yang sempet didaur ulang di sinetron teve.. ditambah pula dengan motor bebek tuanya yang kerap mengantarkan dia kemana-mana, termasuk ke kampus ataupun acara Rally.

dulu dia pernah janji mau ngajak aku turun dari Lembang pakai motor itu, katanya buru-buru sebelum motor itu dimuseumkan… tapi perginya ngga mungkin kami bisa bareng karna motor itu ngga cukup kuat menanjaki jalanan menuju Lembang jadi aku mesti naik angkutan umum… tapi janji itu ngga pernah terpenuhi, bukan karna motornya keburu dimuseumkan tapi karna Marty keburu lulus dan minggat ke Jakarta.

dia cukup ceria, dan lucu.. menurut aku… beberapa kali kami suka berdiskusi tentang hubungan pribadi kami dengan Tuhan, tapi tidak lama karna Marty keburu lulus dan minggat ke Jakarta.

selepas kepergiannya ke ibukota, sosoknya mulai hilang dari persekutuan dan beberapa kegiatan kampus, yah aku pikir wajar.. setiap orang datang dan pergi dalam kehidupan kita untuk mengejar cita dan kehendak Tuhan bagi kehidupan masing-masing.

selepas kepergiannya ke ibukota, aku juga sibuk dengan duniaku.. menyelesaikan studiku, sama seperti dia dan seperti kalian juga.. ingin menapaki langkah baru.

April 2002 aku minggat juga ke Jakarta…

tak sengaja suatu kali, aku bertemu dengan dia di warung makan. eh? apa kabar? yang ditanya cuma tersenyum getir.. dan mengangguk-angguk kecil.. baik… jawaban yang singkat lalu ia banyak diam.. cukup mengherankan karena lama tidak bertemu, tentunya banyak cerita.. lama kemudian dia berbicara lagi, dia nyari tempat kost! ada tau ngga? aku cuma menggeleng, aku juga warga baru.. baru saja menginjak di daerah ini. tiba-tiba dia berseru: disebelah kantor pos, hanya kata keterangan tanpa subjek, predikat dan objek seperti yang aku pelajari sejak dulu tentang kalimat. eh? kenapa? aku tinggal di sebelah kantor pos ini.. sambil menunjuk satu gang yang tidak jauh dari warung makan itu, warung tenda tepatnya yang cuma ada malam hari. oooh.. aku juga jadi canggung. lalu diam lagi.. makanan tersaji, aku mencoba mencairkan suasana… heeeeiiii, kok sekarang pendiem sih? dulu rame..!! nggak ah, lagi males aja, katanya singkat.. dia tidak makan disitu, katanya mau makan dirumah, temennya nitip juga.. ooohh, aku jadi bingung harus berkomentar seperti apa? kemudian bertukar nomor telepon, kalau ketemu tempat kost bilang-bilang ya? aku cuma mengangguk ragu-ragu, karna ngga bisa janji juga..

beberapa hari kemudian, dia telpon ke seluler aku.. aga kaget, ada apa nih? ya? kenapa, mart? nggak, katanya.. lagi ngapain? aku masih di kantor.. lalu dia cerita, kalau dia kerjanya deket kantor aku.. aku seneng banget, mampir dooong!!! ngga bisa katanya, hari itu dia resign dari Koran Tempo, dulu dia wartawan katanya.. eh? jauh amat sama tambang? katanya dia emang ngga suka bidang pertambangan. katanya dia pindah ke Bank Mandiri, tapi masih training… ooh… bagus deh, kalo emang itu lebih baik, kataku. telepon diputus, pesannya.. sampe ketemu kapan-kapan ya?

tapi kapan-kapan itu ngga pernah ada..

emang sih beberapa kali aku ketemu dia kalau lagi jogging di senayan, dia bareng temennya.. katanya temen kost.. dia masih nebeng ama temen kostnya, makanya mau cari kamar sendiri katanya. Jadi ngga enak karna ngga bisa bantu.. wajahnya masih seperti itu, seperti waktu pertemuan di warung itu… seperti terbeban, seperti yang berat sekali… tapi aku ngga tau, enggan untuk bertanya… atau memang ngga terlalu perduli? sempat ngobrol sebentar, katanya sulit untuk bertahan.. dia tidak mampu menikmati pekerjaannya… jangan lama-lama, bahaya loh.. dia cuman senyum getir aja.. udah ya? katanya kemudian lalu ia pergi ama temennya.. aku segera mengenjot sepedaku, karna keringatku udah membanjir.. gerah, aku pengen pulang.. pengen mandi..

berhari2 ngga ada pertemuan lagi.
ngga pernah denger kabar lagi.. entah enggan, entah sibuk, entah pelit.. tapi aku emang ngga pernah mengirimkan kabar padanya dan dia juga demikian..

tiba-tiba dia minggat lagi, kali ini semoga ke tempat yang tepat.

ini cuma sepenggal kisahku tentang seorang temanku bernama Marty, aku percaya beragam kisah lain ada bersama kalian.. tinggal di hati kalian. semoga keluarga yang ditinggalkan tabah dan semakin menyadari bahwa Tuhan yang mengatur segala sesuatu.
apapun yang terjadi, ngga ada yang diluar dari kuasa Tuhan.